Jumat, 21 Januari 2011

Bambang Pamungkas: Saya Paling Terpukul

Kapten Indonesia, Bambang Pamungkas masih belum bisa melupakan kegagalan menjuarai Piala AFF 2010. BP mengaku jadi pemain paling terpukul dengan kegagalan itu.

“Di antara seluruh punggawa merah-putih, mungkin saya adalah pemain yang paling terpukul dengan kegagalan tersebut. Ini merupakan kegagalan saya untuk yang kesekian kalinya,” kata BP dalam blognya.

“Pertandingan melawan Malaysia di final itu sendiri, adalah penampilan saya ke-86 untuk merah-putih dalam kurun waktu 11 tahun, 5 bulan, 3 minggu dan 5 hari (Tanpa ada satu pun gelar tim penting yang mampu saya raih),” lanjut BP.

BP juga menceritakan betapa mencekamnya beberapa saat setelah wasit meniup peluit panjang tanda berakhirnya final leg 2 antara Indonesia melawan Malaysia. Kemenangan 2-1 Indonesia di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan Jakarta, 29 Desember 2010, tak cukup untuk meraih trofi AFF.

“Sejujurnya malam itu saya ingin menangis, akan tetapi hati kecil saya mengatakan “JANGAN”. Sebagai pemain senior, tentu saya bertanggung jawab untuk membesarkan hati seluruh punggawa tim ini. Saya harus tetap memelihara keyakinan seluruh pemain, jika masih ada hari esok. Saya harus tetap memberi semangat kepada mereka, jika kegagalan ini bukanlah akhir dari segalanya. Saat itu, saya berusaha sebisa mungkin untuk terlihat tegar, walaupun sejujurnya hati saya juga retak.”

“Saya menepuk pundak Hamka (Hamzah), Maman (Abdurahman), Markus (Horison), (Muhamad) Nasuha, Zulkifli (Syukur), Christian (Gonzales), (Ahmad) Bustomi dan beberapa pemain yang lain sambil berkata, “Hey, kita sudah melakukan yang terbaik kawan, tidak ada yang perlu disesalkan’,” lanjut BP.

“Saya juga sempat memeluk Irfan Bachdim yang tengah menangis dan berkata, ‘It’s ok Irfan, maybe next time bro, maybe next time.’ Saya juga menghampiri Arif Suyono yang nampak menangis tersedu-sedu di ujung bangku cadangan sembari berbisik, “Isin rek ketok no TV nangismu, hehehe” (Malu ah nangis kelihatan di TV, hehehe)..

Tidak lupa, BP juga membesarkan hati Firman Utina yang merasa sangat bersalah dengan kegagalannya menuntaskan tendangan 12 pas malam itu. “Terlepas dari kegagalan penalti tadi, loe udah nglakuin tugas yang luar biasa buat tim ini, Man. Siapapun bisa gagal penaltisob, gue juga sering. Loe pantes jadi pemain terbaik AFF kali ini Man, Selamat..!!”

Striker 30 tahun milik Persija Jakarta ini mengaku berkewajiban untuk membesarkan hati seluruh pemain yang sebagian besar masih berusia muda. Karena mereka masih mempunyai masa depan yang sangat panjang.

Di depan mereka, sudah menunggu sebuah tanggung jawab yang juga tidak kalah besar di event-event berikutnya. Di antaranya SEA Games, Pra Olimpiade maupun Penyisihan Piala Dunia yang akan dihelat dalam waktu dekat.

Persahabatan Sejati

Oleh :
Sonny Maramis Mingkid (Jakantor Community)

Sampai saat ini kadang aku masih bertanya – tanya dalam hati sanubari aku, apa itu persahabatan sejati ….. Persahabatan yang sama – sama kita lalui baik dalam acara Kopdar … Nonbar …. acara tour baik kandang maupun tandang …… Persahabatan yang sama – sama kita lalui dalam sebuah Organisasi dan dalam sebuah Community? Bukan karena aku tak tahu artinya, tapi karena aku menyangsikan keberadaannya. Sering aku bertanya – tanya, di mana kalian sahabat – sahabatku saat aku membutuhkan kalian? Sering juga yang aku temui justru orang lain, dan bukan keberadaan kalian di saat aku berharap kalian ada. Sejujurnya, aku menjadi tak seyakin saat aku menjawab “Pasti!” dalam setahun ini yang telah berganti dari hari ke hari …. bulan ke bulan yang baru yang telah berlalu, untuk sebuah pertanyaan yang sama, ”Apakah kita akan menjadi sahabat sejati selamanya …… Sahabat dalam sebuah Community atau dalam sebuah Organisasi?”

Sering aku begitu merindukan waktu di mana kita bisa bersama – sama seperti dulu. I know, it sounds cheezy, but it is true. Saat kita bisa berbicara dari hati ke hati, saat kita membela tim Kebanggaan kita dan menguatkan setiap Suporter dari kita yang sedang dihadapi pada masalah, saat segalanya terasa begitu mudah selama kita bersama. Sungguh, aku merindukan saat – saat itu.

Tapi aku juga mengerti apabila suatu hari nanti, semua itu hanya akan menjadi kenangan kita. Aku pun mengerti apabila nantinya kita berkumpul hanya karena kenangan masa lalu, karena manusia memang hidup dengan berpegangan pada kenangan dan takkan mungkin melepaskannya dengan melupakan. Namun jauh di dalam lubuk hatiku, aku berharap kita berkumpul bukan hanya sekedar untuk mengenang. Aku berharap, ‘kita’ bukan sekedar kenangan.

Kemarin malam dalam sebuah mimpi ternyata aku mendapatkan jawabannya. Persahabatan sejati, mungkin itu terlalu muluk, karena kita belum sejati. Tapi saat kita semua mengusahakan untuk bertemu meskipun harus menunggu berjam – jam, lalu kita bisa berbicara panjang lebar, melewati tahun – tahun yang terlewati tanpa ‘kita’, melewati ketidak tahuan yang menumpuk, melewati segala batas profesi maupun batas negara, dan kembali menjadi kita yang dulu.., bagiku itu sudah lebih dari cukup. Kupikir, hanya sahabat sejati yang mampu untuk mengatakan terus terang kekhawatirannya dan tetap mendukung apapun yang terjadi pada sahabat lainnya …. sahabat dengan Suporter Olahraga. Dan itulah yg terjadi semalam. Kita semua saling mendukung tim kesayangan kita dengan cara kita masing – masing. Aku mendengar suara hati dan kejujuran. Aku mendengar banyak kekecewaan, kesedihan, dan kekhawatiran.

Kurasa itu sangat wajar dan bukankah saling menyakiti memang merupakan salah satu syarat utama untuk bisa menjadi sahabat sejati …… sahabat dalam sebuah Organisasi atau dalam sebuah Community dalam sebuah Suporter Olah Raga Indonesia maupun di dunia Internasional? Karena semua tumpukan kekecewaan, kesedihan, kekhawatiran, dan sakit hati itu..justru menunjukkan porsi yang terbesar untuk cinta dan perhatian. Itu semua sangat jauh lebih dari cukup bagiku. Dan kurasa kalian dalam sebuah Organisasi maupun dalam sebuah Community yang tergabung dalam Suporter Olah Raga Indonesia maupun di dunia Internasional pun merasakan yang sama. Dua bulan ini adalah dua bulan yg paling tidak menyenangkan dalam kurun waktu setahun terakhir, karena permasalahan yang aku alami sering silih berganti, dan dalam dua bulan ini ada banyak masa – masa yang tidak menyenangkan sering menganggu hubungan persaudaraan dan persahabatan dalam sebuah Community tempat aku bernaung.

Bohong kalau kukatakan bahwa selama ini aku tak khawatir kita akan berubah termakan waktu dan jaman. Bohong juga kalau kukatakan aku tak pernah kecewa dengan ketidak adaan kalian dalam waktu dan sebagian hidupku. Tapi bohong juga apabila kukatakan aku selalu menyediakan waktu untuk kalian. Kupikir, setiap individu dari kita semua memang manusia – manusia yang tidak sempurna, tapi KITA BELUM SEMPURNA. Paling tidak begitu menurutku.

Dari antara semua kejadian di dalam hidupku, bersama kalian adalah sesuatu yg tidak pernah membuatku menyesal dan kupikir, mungkin takkan bisa tergantikan. Dulu, sekarang, dan semoga…….Kebersamaan kita dalam sebuah Organisasi dan dalam sebuah Community yang sering terjadi kesalahpahaman? akan kembali menjadi hubungan yang harmonis …… hubungan yang penuh dengan persahabatan …… persaudaraan dan kekeluargaan ….. hubungan Persahabatan yang sejati dalam satu Organisasi dan dalam satu Community???.

Mengapa LPI & PSSI Tidak Saling Rangkul Saja?

Pemain legendaris Timnas Indonesia Ricky Yakobi menyayangkan lahirnya Liga Primer Indonesia (LPI) yang berada di luar PSSI.

Hal ini disampaikan Ricky pada jumpa pers Ikatan Atlet Nasional Indonesia, Selasa (4/1/2011). Ricky menilai Arifin Panigoro, penggagas LPI, memiliki ide yang bagus untuk perkembangan sepakbola nasional.

“Sebelumnya, Arifin Panigoro sudah bagus dengan lahirnya Piala Medco (turnamen usia muda),” ucap salah satu punggawa yang mempersembahkan medali emas di SEA Games 1987 itu.

“Mengapa Arifin tidak dirangkul PSSI? Mengapa PSSI tidak bekerja sama dengan Arifin. Kalau mereka tidak bisa bersatu, sepakbola bakal kacau,” lanjut Ricky.

Saran Ricky, kedua kubu tersebut mencari waktu yang tepat untuk mencapai jalan keluar yang menguntungkan semua pihak.

“Jika ingin menang-menangan sendiri, akibatnya akan semrawut. PSSI punya regulasi, sedangkan LPI butuh regulasi,” tuntas pemain yang sempat ditransfer ke Matsushita Jepang dengan banderol Rp150 juta pada 1985 itu.

PSSI Harus Memiliki Pemimpin Baru

Permintaan suporter Indonesia agar Ketua Umum PSSI Nurdin Halid mengundurkan diri dari jabatannya harus segera ditindaklanjuti. Sudah saatnya PSSI dipimpin oleh orang baru yang bersih dan benar-benar memperhatikan sepak bola.

Desakkan agar Nurdin mundur kembali mencuat saat pertemuan kedua final AFF Suzuki Cup 2010, Rabu (29/12). Ratusan ribu penonton di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, meneriakkan Nurdin Mundur, Nurdin Mundur karena Indonesia kembali mengalami paceklik gelar sejak dipimpin oleh politisi Partai Golkar itu.

“Itu merupakan permintaan masyarakat yang sangat rindu melihat tim nasional berprestasi. Prestasi itu bisa datang jika PSSI dipimpin oleh orang yang bersih dan memperhatikan sepak bola,” kata Manajer Persibo Bojonegoro Taufiq Riesnendar saat dihubungi Media Indonesia, Kamis (30/12).

Mantan pemain tim nasonal Indonesia Ricky Yacobi juga melontarkan pernyataan senada. Ia bahkan menyarankan pemerintah kali ini bertindak serius menyikapi permintaan suporter Indonesia. “Untuk menurunkan Nurdin Halid tentu saja harus melewati prosedur. Yang menentukan adalah pemilik hak suara yang berjumlah 108,” ujar Ricky.

“Tetapi, ini sudah satu stadion mendengar. Ada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ada pula Menteri Pemuda dan Olah Raga Andi Mallarangeng. Apa lagi yang harus ditunggu? Ketika itu masyarakat pernah berharap Kongres Sepak Bola (KSN) merekomendasikan kongres luar biasa (kongreslub) PSSI. Tetapi, harapan masyarakat ternyata tidak terwujud di KSN,” imbuhnya.

Lebih jauh Ricky meminta Alfred Riedl tetap dipertahankan hingga masa kontraknya berakhir 16 bulan mendatang. Menurutnya, Riedl merupakan otak di belakang cemerlangnya Pasukan Garuda. “Secara hasil, tim nasional Indonesia sangat membanggakan karena berhasil mencapai final walau dipersiapkan secara singkat,” kata Ricky.

“Berikan kesempatan bagi Riedl untuk melatih timnas hingga kontrak kerjanya berakhir. Ia masih memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Terus terang saja, timnas kita sebenarnya masih memiliki banyak sekali kekurangan. Lini per lini pun belum solid,” cetusnya.

Ricky juga meminta agar kegagalan kali ini menjadi pelajaran semua pihak terutama PSSI agar tidak cepat berpuas diri. Apalagi, mengeksplotasi timnas dengan mengatakan keberhasilan mencapai final merupakan kerja keras Nurdin Halid dan kawan-kawan.

“Kita belum juara saja sudah ada pihak yang klaim itu merupakan kerja kerasnya. Timnas pun akhirnya larut dalam euforia. Peristiwa ini harus dijadikan pelajaran berharga oleh Indonesia,” cetusnya.

Ovhank : Saya Cinta Persija

Oleh : Sonny Maramis Mingkid (Jakantor Community)

Piala AFF telah berakhir dengan lahirnya Juara Baru dalam sejarah penyelenggara Pesta Olah Raga Sepak Bola terbesar di Asia Tenggara (MALAYSIA), pesta piala AFF kini telah usai. Indonesia selama turnamen Piala AFF tahun 2010 yang diselenggarakan di dua negara (Jakarta Indonesia dan Hanoi Vietnam) Menang sebanyak 6 kali sepanjang turnamen Pesta Piala AFF dan hanya kalah di Final Leg Pertama tanggal 26 Desember 2010 di Kuala Lumpur Malaysia sekali tetap saja membuat sepakbola negeri ini gagal menjadi Juara. Namun masyarakat tetap bangga terhadap mereka, perjuangan timnas Indonesia di Final Piala AFF Leg kedua tanggal 29 Desember 2010 di Gelora Bung Karno Jakarta selama 90 menit yang terus berjuang spartan dan tak pernah menyerah dan tak mau kalah benar-benar membuat kita terhibur dan terharu. Akan tetapi bagi dunia persepakbolaan nasional, perjalanan Timnas tetap belum beranjak, bahkan kita hanya sekedar berjalan ditempat, tertinggal satu, dua langkah dari Malaysia.

Seluruh bangsa ini memang memberi selamat kepada para pemain, sepakbola telah menyatukan kita semua sepanjang turnamen, mempersempit jarak antara kaum minoritas dan mayoritas, dimana seorang Presiden Republik Indonesia bisa sama gembiranya dengan pedagang asongan yang berjualan di dalam stadion Gelora Bung Karno Senayan Jakarta ketika Para pemain mencetak gol. Hampir sepanjang hari di bulan Desember ini, sepakbola menjadi headline berita dimana-mana, ini merupakan bukti bahwa bangsa Indonesia ini haus akan sosok yang dapat dijadikan panutan. Negeri Indonesia ini rindu orang-orang seperti mereka, yang memang benar-benar berjuang dari bawah dan membela panji merah putih di pentas dunia.

Kebanyakan pemain Timnas Indonesia juga berasal dari keluarga yang mempunyai kondisi ekonomi yang rendah, bahkan Zulkifli Syukur pun sampai harus menjadi tukang cuci piring untuk membeli sepasang sepatu bola kala kecil dulu. Cerita miris tersebut bukan hanya dialami oleh Zulkifli Syukur tapi dialami juga oleh rata-rata kebanyakan dari pemain timnas Indonesia yang memang berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja. Tekad mereka sungguh mulia dan memang sudah dipupuk sejak mereka masih kanak-kanak untuk dapat membela nama bangsa Indonesia dengan mengenakan lambang Garuda di dada serta berjuang mati-matian demi kebesaran bangsa Indonesia.

Mereka adalah salah satu pahlawan rakyat yang sebenarnya, memulai karir dari bawah dan benar-benar berjuang untuk bangsa Indonesia, bukan seperti Wakil Rakyat (DPR RI) yang katanya pilihan rakyat tapi jarang berjuang untuk rakyat bahkan terkadang keputusannya menyengsarakan rakyat. Negeri Indonesia ini butuh teladan dan anak-anak muda kita perlu contoh konkrit atas kehadiran sosok teladan. Negeri Indonesia sudah kacau, televisi sudah terlalu banyak menampilkan tayangan yang jauh dari mendidik, Sinetron terlalu banyak menampilkan sisi negatif, berita pun terlalu sering menampakan sisi buruknya negeri Indonesia, rakyat Indonesia ini sebenarnya sudah muak dengan busuknya sistem hukum dan pemerintahan yang ada di negeri Indonesia dan permainan para timnas Indonesia kemarin benar-benar bisa memberikan satu tontonan yang positif bagi generasi penerus bangsa Indonesia.

Tugas para pahlawan kita ini sungguh berat, menjadi pasukan terdepan di dalam lapangan yang harus selalu siap menghadapi lawan seperti apapun walau terkadang harus dimulai dengan senjata seadanya namun mereka tetap dituntut harus berbuat maksimal. Beban yang harus mereka pikul pada pertandingan kemarin begitu besar, seluruh harapan 100 juta rakyat indonesia ada dipundak mereka, tapi hebatnya mereka tetap bisa tampil spartan dan patriotik. Bandingkan dengan kita, yang terkadang dituntut untuk bisa membahagaikan orang tuanya saja sudah menjadi beban yang begitu besar dan terkadang sulit dilaksanakan, apalagi para pemain Timnas Indonesia di lapangan. Wajar jika akhirnya kita memberikan apresiasi besar terhadap mereka walau kemarin timnas Indonesia gagal juara, bahkan harian “Straits Times” hari ini menuliskan “common Sense Wins The Day At Suzuki Cup Final.” ini membuktikan Timnas Indonesia telah memenangkan hati seratus juta rakyat yang telah melihat perjuangan mereka kemarin.

Timnas Indonesia telah membakar kembali semangat nasionalisme kita, jika mereka bisa, kitapun mampu berbuat banyak untuk membangun kebesaran bangsa Indonesia dengan keahlian kita masing-masing. Masyarakat punya sesuatu yang dapat dibanggakan kini, rasa nasionalisme dan kecintaan terhadap tanah air Indonesia pernah mendadak muncul lagi ketika Indonesia kedatangan Presiden Amerika yaitu Barack Obama, hanya dengan berucap “Apa Kabar dan Bakso” saja seluruh penonton yang hadir pada saat acara pidato umumnya di Kampus Universitas Indonesia Depok Jawa Barat sontak bertepuk tangan dan kagum kembali terhadap bangsa Indonesia karena ada orang luar dari negara Amerika Serikat yang begitu perduli terhadap budaya dan bangsa Indonesia. Rakyat Indonesia ini sebenarnya sudah kalut dan galau bahkan cenderung frustasi, budaya yang kita miliki banyak, tapi tidak banyak di antara masyarakat yang perduli dengan budaya sendiri, keperdulian justru baru muncul ketika budaya kita sudah diklaim satu-satu oleh negara lain (Malaysia) dan negara negara lainnya.

Inilah PSSI

Pujian terhadap Timnas Indonesaia tidak menular kepada PSSI, masyarakat yang tadinya tidak mengerti sepakbola akhirnya tahu kenapa para suporter begitu membenci Nurdin “Banci” Halid beserta konco – konconya. Kita semua warga negara Indonesia kini punya musuh yang sama, sepakbola adalah alat perjuangan bagi mereka yang menginginkan perubahan bukan untuk kepentingan golongan atau partai. Keadaan sekarang memang berbanding terbalik dengan sejarah awal pembentukan PSSI, sepak bola pada waktu itu digunakan sebagai salah satu senjata untuk mengumpulkan orang-orang Indonesia dan mengusir penjajah Belanda keluar meninggalkan Indonesia oleh seorang insinyur sipil bernama Soeratin Sosrosoegondo, yang lulus di Jerman dan kembali ke Indonesia pada 1928.

Namun kini sepakbola adalah kendaraan politik yang nyaman bagi elit politikus. Sepakbola Indonesia sebenarnya rusak sejak lama namun kehadiran Nurdin “Banci” Halid beserta konco – konconya di PSSI pun hanya semakin menambah runyamnya keadaan sepakbola nasional Indonesia. Organisasi PSSI ini rusak secara sistemik dan bukan cuma karena Nurdin “Banci” Halid beserta konco – konconya. Pengda dan Pengcab adalah sumber kebobrokan yang terpelihara, Klub-klub plat merah adalah proyek kelas kakap politikus daerah, saya tidak pernah habis pikir bagaimana seorang Ketua Umum klub plat merah yang saya sebut sebagai klub sangat-sangat amatir ini selalu dipegang oleh seorang kepala daerah atau orang Pemda dan bukan dari lingkup profesional ?? Rata-rata dari mereka menggunakan klub untuk mengeruk keuntungan dari APBD dan loyalitas suporter. Jikalau prestasi klub mengkilat mereka berharap perjuangan mereka terbalaskan pada pilkada di musim mendatang oleh sebab adanya dukungan spartan dari kaum suporter.

Benar kata Bung Karno “Perjuangan kita belum berakhir, Perjuangan yang lebih sulit adalah melawan bangsa sendiri.” Suporter kita sendiri lebih sibuk musuhan dengan suporter lain dibandingkan dengan menggalang kekuatan untuk meruntuhkan kerajaan Nurdin “Banci” Halid beserta konco – konconya agar sepakbola Indonesia lebih baik. Mental pejabat adalah mental rusak yang sewaktu-waktu bisa membius suporter dengan buaian janji-janji mereka kepada klub yang mereka bela, maka untuk apalagi kita mempertahankan mereka untuk duduk didalam klub. Kongres PSSI yang akan berlangsung di awal tahun saya yakin tidak akan banyak mendatangkan perubahan, klub-klub yang punya suara seakan sudah nyaman dengan kue APBD yang mereka dapatkan setiap tahun. Melihat tingkah hancurnya sepakbola nasional secara perlahan ini tidak ubahnya ketika saya eneg melihat sistem yang sudah bobrok dikepolisian, dari bawah sudah rusak apalagi yang diatas. Saling menutupi dan melempar kesalahan adalah sikap yang selalu muncul ketika orang sedang dalam keadaan terdesak, itu merupakan jurus difensif yang sudah biasa kita lihat. Maka tidak heran Nurdin “Banci” Halid bisa berucap macam-macam dengan bebasnya ketika kita kembali gagal meraih piala disetiap turnamen yang di ikuti.

Bangsa Yahudi menguasai dunia dengan teknologi salah satunya lewat stasiun televisi, berita diseluruh dunia dikuasai oleh Yahudi, mereka adalah pusat berita dunia yang dapat mengatur setiap pemberitaan sedemikian rupa diseluruh dunia. Cara yang sama dilakukan oleh Politikus negeri ini. Beberapa media dibuat untuk menyebarkan berita yang tidak bersinggungan dengan kepentingan golongan, Jangan heran kalau Nurdin “Banci” Halid beserta konco – konconya bisa nyerocos sembarangan di TV milik bosnya. Pers memang punya kode etik tetapi tidak akan mudah menyentuh hal-hal seperti ini. Demokrasi di artikan kebablasan di era reformasi ini oleh PSSI, Nurdin ” Banci” Halid beserta konco – konconya mengaku tidak akan mundur karena tugasnya sebagai ketua PSSI dan kepengurusannya merupakan amanat dari seluruh anggota PSSI, kalau mau menurunkan dia, ya harus lewat sistem yang dibuat oleh PSSI. Seperti yang saya bilang dari awal wakil rakyat saja tidak pernah dengar suara rakyat, apalagi pengcab, Pengda dan klub-klub plat merah yang sibuk mengurus jatah masing-masing dibandingkan mendengar keluhan suporter yang tidak akan pernah ada habisnya. Pemimpin kita memang sudah tidak punya budaya malu seperti rakyatnya.

Dinegeri Indonesia ini semua nya aneh, bangsa Indonesia sudah terdidik dari jaman Presiden Soeharto untuk dilahirkan jadi manusia yang manipulatif, maka jangan heran walau sudah kena reformasi bangsa ini tetap punya nuansa yang sama dengan era orde baru, ya karena para penerusnya memang tetap menduduki posisi penting di negeri ini. Kegagalan Timnas Indonesia bukan karena takdir, tapi karena PSSI yang sudah rusak, suasana liga yang tidak kondusif adalah cerminan buruknya kualitas pemain Timnas Indonesia, coba anda bayangkan Persipura saja yang bisa dengan mudah menang besar di Liga Super Indonesia ketika masuk Liga Champion Asia jadi bulan-bulanan tim-tim asia, jangankan Persipura, Persiwa Wamena yang kelihatan solid di Liga Super Indonesia saja ketika bertanding melawan tim antah berantah dari daratan Asia Selatan saja kalah di ajang AFC Cup pada saat bermain di Indonesia, kalau sudah begini pasti ada yang salah dengan iklim kompetisi negeri Indonesia. Singapura pun protes keras karena kualitas pemainnya yang bermain di Liga Super Indonesia menurun ketika tampil di Piala AFF. Jujur perjuangan timnas Indonesia sampai ke Final Piala AFF itu karena buah kerja keras Pelatih timnas Indonesia Alfred Riedl dkk beserta BTN, dan bukan karena meningkatnya kualitas Liga Super Indonesia. Di sini Juara bisa dibeli dan Hukuman bisa dinego. Untuk urusan pencitraan dan atur upeti, Manager tim jagonya. Sekarang bola ada ditangan para suporter, kita semua punya momentum yang tepat untuk memperbaiki sepakbola nasional. Revolusi adalah harga mati, pengurus Pengcab dan Pengda yang rusak harus segera disingkirkan, ganyang Nurdin “Banci” Halid beserta konco – konconya sudah tidak bisa ditolerir. Sepakbola bukan sarana korupsi, sepakbola ajangnya fair play, jika kondisi fair play saja sudah dicederai, apa olahraga ini bisa disebut sukses saat ini.

Tujuan kita sama, Saya hanya ingin sepakbola Indonesia berbuat banyak di pentas dunia. Kita ingin kembali sejajar dengan negara-negara kuat di Asia lainnya seperti tujuan pendiri negeri ini. Mari kita sama-sama memilih calon pemimpin PSSI yang bisa bekerja dengan sebenar-benarnya, Massa yang bergerak adalah murni karena gerakan rakyat yang menuntut perubahan dan bukan karena dipolitisir sebagaimana Nurdin “Banci” Halid beserta konco – konconya mempolitisir PSSI. Kami juga bukan massa bayaran layaknya Nurdin “Banci” Halid yang menjadi kader bayaran justru kami bayar tiket untuk meneriakan anda TURUN. Semoga Tuhan menjawab do’a kami malam itu, sepakbola sudah dizhalimi oleh sebagian orang yang mencari keuntungan semata. Jauhkanlah mereka ya Tuhan untuk Indonesia dan untuk perubahan sepakbola nasional yang lebih baik…

?Mari Kita sama sama mendukung semua kompetisi di luar naungan PSSI kalau demi untuk Prestasi Timnas Indonesia apa salah kalau kita sebagai warga negara Republik Indonesia mendukungnya?

JAYA SEPAK BOLA INDONESIA

Ada Kompetisi LIGA PRIMER INDONESIA Seharusnya PSSI Berterima Kasih

Oleh : Sonny Maramis Mingkid (Jakantor Community)

Kehadiran Liga Primer Indonesia bakal membuat kompetisi semakin banyak. Hal tersebut bakal menguntungkan PSSI.. Jadi PSSI tak perlu alergi …. Takut mendapat saingan dengan kehadiran kompetisi Liga Primer Indonesia sebaliknya Pengurus PSSI justru harus berterimakasih dengan kehadiran Liga Primer Dengan partisipasinya klub – klub yang ada di naungan PSSI yang ingin belajar mandiri dan Profesional. Dan ingin melepaskan tergantungan dari dana APBD seharusnya Pengurus Pusat PSSI mendukung kehadiran Liga Primer Indonesia (LPI) dan berterima kasih dengan banyaknya kompetisi karena justru akan menguntungkan PSSI. Bukan justru sebaliknya, berpikir jelek dan bahkan menganggap LPI sebagai kompetitor.

PSSI tidak perlu alergi seperti saat ini dibiayai oleh APBD. Penggunaan dana APBD lebih baik terpenting digunakan untuk membenahi fasilitas – fasilitas untuk kepentingan rakyat jelata, bukan untuk pembiayaan klub. Penggunaan dana APBD tidak mendidik atau menciptakan sebuah Prestasi tetapi justru akan membuat klub-klub kontestan kompetisi sepakbola Liga Super Indonesia, Devisi Utama di Indonesia tak kunjung bisa mandiri yang ujung-ujungnya sulit bisa menjadi klub profesional. Pengurus Pusat PSSI tak perlu takut jika kehadiran kompetisi Liga Primer Indonesia (LPI) tersebut dipermasalahkan .

Pengurus Pusat PSSI perlu bangga melihat di Bumi Indonesia banyak lapangan yang luas untuk tempat belajar atau tempat latihan Sepak Bola. Tetapi jika diamati, kualitas rumputnya, Stadion dan lapangannya masih kurang memadai. Jadi sebaiknya dana APBD untuk membenahi rumput lapangan bola, membangun Stadion – Stadion Sepak Bola yang bertahap Internasional bukan untuk membiayai klub sepakbola-nya yang tidak ada Prestasi – Prestasi yang membanggakan bagi masyarakat pencinta untuk kemajuan Sepak Bola Indonesia di dunia Internasional. Kita harus realistis awal bergulirnya kompetisi Liga Primer Indonesia (LPI) yang tentunya masih banyak kekurangan – kekurangan yang hurus diperbaiki dan ditingkatkan tetapi untuk berusaha mencapai hasil optimal sembari membenahi kompetisi secara tahap bertahap demi kebaikan Sepak Bola dan Pengurus Pusat PSSI harus mendukungnya atas misi dan visi dari Liga Primer Indonesia (LPI) yang ingin belajar mandiri dan Profesional.

Bukan Kompetisi Liga Super Indonesia bentukan Pengurus Pusat PSSI yang sampai saat ini masih bertergantungan dengan dana APBD (uang rakyat). Kompetisi bentukan Pengurus Pusat PSSI kompetisinya sudah lama bahkan bergulirnya sudah bertahun – tahun tetapi sampai saat ini masih menggunakan uang rakyat (dana APBD). Dan sampai saat ini tidak ada manfaat bagi masyarakat Sepak Bola . Seperti kita ketahui, PSSI memberikan sanksi terhadap tiga klub yang berpindah dari ISL ke LPI yakni PSM Makassar, Persibo Bojonegoro, dan Persema Malang. Selain itu organisasi yang dipimpin Nurdin Halid tersebut mengancam pemain yang tampil di LPI tak punya kesempatan memperkuat timnas ..

Kalau kita ingin maju Pengurus Pusat PSSI jangan kebakaran jenggol dan takut mendapat saingan dengan kehadiran Liga Primer Indonesia di bumi Indonesia. Kalau sudah begini apa bedanya kalau Pemain – Pemain yang berkompetisi di Liga Primer Indonesia bermain di Kompetisi Luar Negeri yang menciptakan Prestasi yang memuaskan dan membanggakan masyarakat ? apakah Pengurus Pusat PSSI tidak memanggil untuk memperkuat timnas Sangat Bohong kalau Pengurus Pusat PSSI tidak memanggilnya pemain – pemain yang berkompetisi di luar negeri. Ini sudah kelihatan Pengurus Pusat PSSI menciptakan kompetisi bentukan mereka untuk ladang kekayaan mereka sendiri. Seharusnya Nurdin Halid beserta konco – konconya mundur dari kepengurusan Pengurus PSSI Pusat karena mereka semua sudah tidak diakui tentang keberadaan mereka di FIFA. .Nurdin Halid beserta konco – konconya harus malu tetapi begitulah kalau Nurdin Halid beserta konco – konconya sudah tidak ada budaya malu???

Jangan Bunuh Kompetisi Sepak Bola Indonesia

Oleh : Sonny Maramis Mingkid (Jakantor Community)

Kompetisi Sepak Bola yang baik akan melahirkan tim tim nasional (timnas) yang tangguh. Benarkah? Boleh percaya atau boleh tidak percaya. Yang pasti, hanya dengan kompetisi yang baiklah bakal lahir pemain – pemain hebat. Lihat saja kompetisi – kompetisi di benua Eropa, Liga Premier League Inggris, Liga Primera Spanyol dan Seri A di Italia telah menjelma menjadi kompetisi yang sehat dan Profesional. Jadwal yang teratur, regulasinya yang ketat dan pemain – pemainya yang Disiplin. Klub – Klub pesertanya pun dikelola dengan manajemen yang baik.

Muara dari kompetisi seperti itulah adalah menciptakan Prestasi. Lihat saja bagaimana klub – klub dari Negara Inggris, Spanyol dan Italia mendominasi pentas Sepak Bola Eropa dan bahkan tingkat dunia Internasional. Dari sis bisnis, klub – klub raksasa dari tiga Negara itu bak mesin uang yang terus menghasilkan.

Tidak perlu jauh – jauh memandang ke benua biru. Tengok saja sukses negeri jiran kita, Malaysia. Sukses Harimau Malaysia menjadi juara Piala AFF tahun 2010 tidak bisa dilepaskan dari kompetisi dalam negerinya yang dijalankan secara Profesional. Malaysia punya kompetisi Malaysian Super League (MSL), Kompetisi ini punya dua level :

1.) Super League = kasta yang tertinggi yang diikuti 14 klub.
2.) Primier League = kasta dibawah Super League yang diikuti 12 klub.

Selain kompetisi regular, Federasi Sepak Bola Malaysia (FAM) memiliki beberapa even lain :

1.) Even FA Cup
2.) President Cup
3.) FAM Cup
4.) Malaysia Cup

Total ada sekitar seribu pertandingan yang melibatkan klub – klub Malaysia dalam setahun. Itu menjadi ajang yang efektif untuk kemajuan prestasi di klub – klub Negara Malaysia. Semakin banyak bertanding akan menggembleng kemampuan pemain tersebut. Mereka terbiasa merasakan atmosfer pertandingan. Ya ujung – ujungnya kemampuan teknis para pemain Negara Malaysia meningkat secara Psikologis, mental bertanding mereka teruji. Ditambah dengan pembinaan pemain usia muda yang bagus plus kebijakan larangan pemain asing ikut kompetisi – kompetisi di Negara Malaysia. Sepak Bola Malaysia mulai menuai hasil . Selain hasil menjuarai Piala AFF tahun 2010, Harimau Malaysia lebih dulu sukses menggondol medali emas Sepak Bola di Sea Games Laos. Ingat di Sea Games Laos tersebut timnas Indonesia bahkan tidak lolos dalam fase penyisihan grup? Malaysia juga menembus putaran kedua pada Asian Games 2010 di Guangzhou China. Pencapaian terbaik Negara Malaysia selama dari dua decade terakhir.

Kompetisi yang teratur dan dikelola secara sehat membuat Negara Malaysia tak lagi kesulitan mendapatkan pemain – pemain muda nan hebat. Sebanyak 14 di antara 22 pemain anggota timnas Malaysia di Piala AFF tahun 2010 masih berusia di bawah 23 tahun. Secara usia mereka memang masih belia. Namun skill dan mental mereka telah teruji di Kompetisi dalam negeri mereka yang bagus. Wajar bila Sepak Bola Malaysia begitu cerah. Mereka pun begitu percaya diri dalam membidik prestasi yang lebih tinggi.

BAGAIMANA DENGAN NEGARA INDONESIA ?

Kalau Negara Malaysia punya kompetisi MSL ….. Indonesia memiliki kompetisi ISL (Indonesia Super League), Kompetisi yang diklaim sebagai yang terbaik di tanah air Indonesia. Tidak sembarang klub boleh ikut Indonesia Super League. Hanya klub – klub yang memenuhi verifikasi PT Liga Indonesia (LI) yang bisa berkiprah di kompetisi yang belum genap berumur lima tahun itu. Kondisi Stadion, Keuangan klub dan materi Pemain menjadi aspek yang diperhitungkan.

PSSI pun mengklaim Indonesia Super League adalah kompetisi terbaik nomor delapan di benua Asia dan yang paling terbaik di Asia Tenggara. Sayang, itu belum berimbas pada Prestasi timnas Indonesia. Timnas Indonesia bahkan tidak mampu untuk sekadar menjadi nomor satu di Negara Asia Tenggara. Sepak Bola Indonesia tak lagi menjadi yang terbaik di pentas Sea Games sejak tahun 1991. Skuad Merah Putih juga selalu gagal dalam empat kali kesempatan tampil di Final Piala AFF. Sementara itu klub – klub Indonesia lebih sering menjadi bulan bulanan ketika tampil di pentas Asia.

Ingat, timnas yang tangguh hanya lahir dari Kompetisi yang baik. Kalau Kiprah timnas Indonesia jeblok tentu ada yang salah dalam kompetisi di negeri Indonesia. Sistem dan regulasinya mungkin sudah oke tapi pratiknya masih jauh dari harapan. Jadwal pertandingan sering berubah sewaktu – waktu. Verifikasi dilakukan setengah hati. Kinerja petugas pertandingan memble. Pemain tak menghiraukan aturan dan bermain kasar. Lebih parah lagi, format kompetisi sering diganti ganti semau pengurus Pusat PSSI.

Karut – marut kompetisi Indonesia tidak lepas dari campur tangan Pengurus PSSI. Memang ada PT Liga Indonesia selaku pengelola kompetisi. Namun masih ada PSSI sebagai pemilik saham mayoritas di PT Liga Indonesia. Pengurus Pusat PSSI bisa saja membuat aturan dan system yang baik tapi semua catatan baik yang disusun rapi dalam Manual Liga itu dengan mudah dapat dimentahkan oleh Pengurus Pusat PSSI. Ketika liga menentukan format promosi degradasi, eh Pengurus Pusat PSSI menganulirnya. Ketika Komisi Disiplin PSSI menghukum klub atau pemain yang salah, eh Ketua Umum PSSI (Nurdin Halid) yang membatalkannya. Wajah kompetisi Indonesia pun amburadul.

Kesemerawutan itu menjadi salah satu pemantik lahirnya Liga Primer Indonesia (LPI). Para penggagas LPI mengklaim kompetisi Liga Primer Indonesia bakal di ikuti 19 klub dan siap digulirkan pada tanggal 8 Januari 2011. Pengurus Liga Primer Indonesia mengusung konsep yang bagus. Salah satunya adalah membuat klub mandiri, terbebas dari mental pengemis yang selalu mengharapkan kucuran uang Negara (APBD), Liga Primer Indonesia juga menjanjikan atmosfer kompetisi yang fair.

Mayoritas peserta Liga Primer Indonesia memang klub anyar. Namun ada pula klub lama yang dahulu berkiprah di kompetisi yang dikelola PSSI (Liga Super Indonesia). Pembelotan mereka ke Liga Primer Indonesia tak bisa dimungkiri adalah buah dari kekecewaan terhadap PSSI. Karena itu PSSI seharusnya berkaca dan introspeksi diri untuk menyikapi lahirnya Liga Primer Indonesia (LPI). Tidak malah murka dan main ancaman.

Marah – marah dan gertak sana sini tidak akan menyelesaikan masalah. Klub – Klub pun tak lagi takut. Bukan tidak mungkin akan semakin banyak klub – klub yang kecewa terhadap PSSI dan meninggalkan Organisasi yang sekarang ini dipimpin mantan narapidana kelas kakap dunia (Nurdin Halid). Kalau sudah begitu PSSI sendiri yang bakal malu dan rugi. Biarkan saja Liga Primer Indonesia (LPI) bergulir. PSSI tidak akan rugi!!! Malu mungkin iya. Tapi sekali lagi PSSI sama sekali tidak akan rugi bila Liga Primer Indonesia (LPI) bergulir.

PSSI toh tidak mengeluarkan dana untuk klub – klub peserta Liga Primer Indonesia (LPI). Anggaran untuk setiap kontestan yang besarnya Rp. 10 miliar sampai Rp. 30 miliar ditanggung oleh konsorsium Liga Primer Indonesia (LPI). Pundi – Pundi penghasilan PSSI juga tak terusik dengan lahirnya Liga Primer Indonesia (LPI). PSSI masih akan terus menerima hibah dari FIFA yang besarnya Miliaran Rupiah setiap tahun. Jadi apa sesungguhnya Pengurus Pusat PSSI yang kebakaran jenggot?

Saya membayangkan PSSI dengan besar hati dan legawa memberikan lampu hijau untuk Liga Primer Indonesia (LPI). Jjaran petinggi PSSI pun mau hadir saat kick koff Liga Primer Indonesia (LPI) di Stadion Mnahan Solo pada hari Sabtu tanggal 8 Januari 2011 yang kemungkinan besar akan dibuka Bapak Presiden Republik Indonesia (Bapak SBY). Bukankah kalau Sepak Bola di negeri Indonesia tambah semarak PSSI juga gembira???

Liga Primer Indonesia (LPI) mungkin saja tidak berjalan sesuai dengan harapan. Namun jangan serta merta dimatikan. Spirit dari Liga Primer Indonesia (LPI) adalah Kompetisi. Demikian halnya dengan Liga Super Indonesia (LSI) yang dikelola oleh PSSI. Karena itu biarlah saja Liga Primer Indonesia (LPI) hidup untuk menyemarakkan atmosfer Sepak Bola Indonesia di negeri Indonesia. Biarkan pemain menentukan pilihan ikut Liga Primer Indonesia atau Liga Super Indonesia. Jangan lantas diancam bakal dicekal dari timnas Indonesia. Biarkan pelatih memilih. Menangani klub Liga Super Indonesia atau gabung Liga Primer Indonesia. Jangan malah diancam bakal dicabut lisensinya. Biarkan pemain asing memilih klub yang dibelanya. Jangan justru ditakut – takuti bakal dideportasi. Biarkan pencinta bola memilih mau nonton Liga Super Indonesia atau Liga Primer Indonesia.

Kompetisi yang baik bakal melahirkan pemain – pemain yang hebat. Kalau Kompetisi di Indonesia tambah dengan baik, PSSI juga yang akan menuai hasil. Kalau ada pemain baik di Liga Super Indonesia ambil saja. Kalau ada pemain hebat di Liga Primer Indonesia panggil saja ke timnas Indonesia. Siapa tahu timnas Indonesia menjadi semakin tangguh dan mampu mengakhiri paceklik gelar yang sudah berjalan sekian lama.

Come on The Jakmania, Let’s Prepare for Indonesia Super League 2010/2011.

Tidak hanya Manajemen dan pengurus Persija saja yang harus melakukan persiapan menjelang kembali Liga Super Indonesia 2010/2011, tetapi Supporter setia Persija yaitu The Jakmania pun harus melakukan persiapan juga. Persiapan apa saja sih?. Kalau kita sama-sama melihat ke belakang yaitu LSI 2009/2010. Banyak kejadian yang sebenarnya dapat kita jadikan persiapan secara tidak langsung. Kita ambil contoh pertama yaitu Rojali (Rombongan Jakmania Liar). Masih ingatkah kalian dengan Rojali? Sekelompok Supporter beratribut Persija yang menyebabkan kerusuhan dan keributan dengan sesama Jakmania serta masyarakat Jakarta, aksi adu mulut dan lempar batu adalah ciri khas mereka yang tentunya menambah kemarahan masyarakat atas tindakan tersebut. Selain itu tindakan mereka juga menimbulkan kerugian materiil yang tidak kecil seperti kaca Bus, angkutan umum hingga mobil pribadi pecah, korban luka ringan entah itu sesama Jakmania dan masyarakat sekitar yang notabene tidak ikut terlibat “perang batu” (lalu siapa yang akan bertanggung jawab??). Kita harus mencintai Persija dengan cara yang dewasa yaitu tertib dan disiplin. Tidak usah gembar-gembor bahwa kita Jakmania, ya kalau kalian menunjukan dengan tindakan positif, tetapi kalau sebaliknya? Hanya akan menambah citra buruk semakin melekat di tubuh Jakmania saja. Namun disisi lain jangan menghakimi para Rojali apalagi sampai menutup mata dan telinga kita, bagaimanapun juga mereka juga Supporter pecinta Persija (mungkin “jalan” mereka masih salah). Mereka hanya butuh kepercayaan dan rangkulan dari kita, jangan pernah berhenti membuat mereka mengerti bahwa Jakmania adalah keluarga, tempat mencari persahabatan bukan permusuhan.

Contoh kedua yaitu permasalahan kecelakaan lalu lintas yang juga mewarnai LSI 2009/2010. penyebabnya adalah salah seorang Supporter Persija yang terjatuh dari atap Bus yang ditumpanginya setelah menyaksikan pertandingan. Atau seorang anak yang meninggal karena tersengat kabel listrik pada saat menyaksikan team Macan Kemayoran bertanding (lagi-lagi karena mereka nekat duduk di atap kereta api). Tidak hanya orang tua mereka saja yang berduka, kami sesama Jakmania juga merasakan duka yang sama. Jangan sampai hal tersebut terulang kembali oleh teman kita di tahun ini dan tahun-tahun berikutnya. Tidak perlu naik diatas atap Bus atau Kereta Api untuk mengibarkan bendera Persija dan The Jakmania. Tanpa dikibarkan tinggi-tinggi, Persija dan The Jakmania telah “berada diatas awan”. Bukankah begitu kawan?. Sekali lagi, harus tertib dan disiplin. Memang tidak mudah namun kalau tidak dicoba tidak akan pernah tahu hasilnya.

Dan contoh yang terakhir adalah lagu Rasis. Ayo kawan bersama-sama kita STOP lagu rasis. Masih banyak kok lagu-lagu Persija yang tidak rasis, seperti Persija, Majulah Persija, Persija I Love You dan masih banyak lagi. Cara mengejek lawan main kita bukan dengan lagu rasis, “ejeklah” mereka dengan prestasi dan kemenangan Persija. Ingatlah semboyan waktu kita masih duduk dibangku Sekolah Dasar yaitu Bhineka Tunggal Ika yang artinya Berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Sebuah semboyan yang sudah dilupakan oleh sebagian besar Supporter Indonesia. Bangun kembali semboyan itu dan terapkan pada diri kalian masing-masing.

Sebenarnya masih banyak lagi contoh yang dapat dijadikan persiapan seperti tertib berkendara (bus, metro mini, sepeda motor serta pejalan kaki) saat menuju dan meninggalkan Stadion sehingga tidak menambah kemacetan Jakarta (yang memang sudah macet dari dulu) dan tertib di dalam stadion dengan tidak menaiki pagar pembatas serta masih banyak yang lainya. So?? Untuk mrnyambut dan menyaksikan LSI 2010/2011 persiapan yang utama adalah Kesadaran (-yang direalisasikan-). Sadar akan bahaya kalau naik diatas atap bus atau kereta api, sadar akan bahaya membawa benda-benda tajam, sadar akan akibat kerusuhan dan tawuran antar atau sesama Supporter, sadar akan bahaya apapun yang kapan saja bisa terjadi dan MALU untum menyayikan lagu rasis. Pun tidak mengesampingkan persiapan koordinasi yang baik antar masing-masing Korwil (Koordinator Wilayah) dan Aparat Keamanan. Dibutuhkan kerjasama semua pihak untuk mendewasakan sikap Supporter dan menciptakan Liga Super Indonesia yang damai dan teratur. Come on The Jakmania, Let’s Prepare for Indonesia Super League 2010/2011. Kita pasti bisa !!!!

Bencana Sepak Bola Indonesia


Oleh : Sonny Maramis Mingkid (Jakantor Community)

Peristiwa pada bulan Mei tahun 1985 dengan nama sebutan Tragedi Heysel muncul lagi di bumi Indonesia, kira-kira begitulah wajah sepak bola Indonesia saat ini. Di Stadion Heysel, Brussels, Belgia, pesta sepak bola final Piala Champions berubah menjadi bencana saat 39 penonton tewas, 32 di antaranya pendukung Juventus Italia, setelah bentrok dengan pendukung Liverpool Inggris. Kebanyakan pendukung Juventus Italia tewas setelah tembok pembatas roboh menimpa mereka selepas aksi agresif hooligan Liverpool yang memang terkenal sangat beringas.

Kini bencana yang hampir sama kembali menerpa Persepakbolaan nasional Indonesia. Saat bangsa Indonesia dilanda euphoria / pesta sepak bola berkat penampilan elok timnas Indonesia pada putaran Piala AFF bulan Desember 2010 yang penyisihan Grup dilaksanakan di dua Negara :

Grup A di Jakarta Indonesia

Peserta terdiri dari : 1.) Indonesia

2.) Malaysia

3.) Thailand

4.) Laos

Grup B di Hanoi Vietnam

Peserta terdiri dari : 1.) Vietnam

2.) Philipina

3.) Singapura

4.) Nyanmar

tetapi kegembiraan itu dirampas oleh arogansi dan politisasi para pengurus Pusat PSSI. Tragedi belum juga usai karena selepas turnamen, momentum hebat euforia sepak bola Nasional Indonesia kembali terbuang percuma saat Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) menghabiskan energinya untuk berseteru dengan pengelola Liga Primer Indonesia (LPI). Sepertinya, insan-insan sepak bola yang gagah mengaku sebagai pembina kembali melakukan kebodohan yang sama, seperti ketika kita kehilangan momentum besar kebangkitan sepak bola Nasional Indonesia pada Piala Asia 2007 di Jakarta Indonesia.

Sungguh tidak dapat diterima, justru Pengurus Pusat PSSI yang membuat penampilan hebat Firman Utina dan kawan-kawan menjadi antiklimaks dan tumbang oleh keperkasaan Malaysia yang pernah ditekuk 1-5 pada babak penyisihan grup A Piala AFF bulan Desember 2010 di Gelora Bung Karno Jakarta. Dukungan menggebu penonton yang sebenarnya telah teraniaya oleh buruknya administrasi distribusi tiket, seperti disia-siakan oleh ambisi para politikus di kepengurusan Pusat PSSI yang mendompleng kehebatan pasukan timnas Garuda. Tim asuhan Pelatih Alfred Riedl ini dimobilisasi sowan ke rumah Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, kemudian diboyong ke sebuah pondok pesantren yang sungguh membuat persiapan Riedl menjadi berantakan.

Alfred Riedl, yang sejatinya pelatih bertangan dingin, yang mampu menyulap timnas Garuda menjadi sebuah skuad yang penuh gairah dan disiplin, sempat mengungkapkan kekesalannya itu kepada Wartawan pada saat jumpa pers di Bukit Jalil, Kuala Lumpur Malaysia. ”Federasi (PSSI) mengganggu persiapan tim saya dengan hal-hal yang tidak penting dan tak berkaitan dengan sepak bola,” ujar pelatih asal Austria pada saat itu.

Keluhan Alfred Riedl tersebut sangat dimengerti mengingat pelatih yang pernah menangani Vietnam dan Laos itu memang sangat disiplin, keras, bahkan cenderung kaku. Ketua Umum PSSI Nurdin Halid pun mengaku pernah diusir Alfred Riedl dalam sebuah pertemuan teknis menjelang Piala AFF. Alfred Riedl pun pernah berseteru dengan manajer timnas Indonesia, Andi Darussalam Tabussala, karena masalah tertib organisasi. Sayangnya, sepulang dari Bukit Jalil Kuala Lumpur Malaysia, Alfred Riedl tiba-tiba meralat ucapannya.

Inilah bencana pertama bagi dunia Sepak Bola nasional Indonesia. Kekuatan utama Alfred Riedl adalah pada disiplin dan kekakuannya menjaga Firman Utina dan kawan-kawan di timnas Indonesia. Pada suatu titik, Alfred Riedl rupanya sudah tidak tahan menahan beragam kepentingan Politik yang diboncengkan kepada timnas Indonesia. Alfred Riedl mulai menyerah saat Firman Utina dan rekan – rekannya di timnas Indonesia dibawa ke rumah pribadi keluarga Bakrie. Selanjutnya, kita semua tahu, timnas Indonesia gagal meraih impian lama merebut gelar juara pertama di Piala AFF tahun 2010

Namun, bukan kegagalan meraih juara yang benar sebuah bencana. Tragedi sesungguhnya adalah perubahan sikap Alfred Riedl. Ralatnya terhadap ucapannya sendiri di Bukit Jalil Kuala Lumpur Malaysia menunjukkan, Alfred Riedl menyerah kepada politisi Kepengurusan PSSI. Jika Alfred Riedl menyerah, artinya Alfred Riedl membuka pintu selebar-lebarnya pada intervensi-intervensi selanjutnya. Jika benar ini terjadi—dan semoga saja tidak—tidak ada lagi yang bisa kita bangsa Indonesia harapkan dari mantan ujung tombak timnas Austria itu.

Tak lama setelah bencana Alfred Riedl, sepak bola Nasional Indonesia kembali mengalami masa-masa kelam akibat perseteruan antara PSSI dan pengelola Liga Primer Indonesia (LPI). Sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap kinerja PSSI—yang selama delapan tahun masa kepengurusan Nurdin Halid tidak menghasilkan prestasi di tingkat internasional—kompetisi yang digagas oleh pengusaha Arifin Panigoro seharusnya disikapi wajar-wajar saja, tanpa perlu memberi muatan-muatan politik, apalagi syak wasangka picik.

Sebagai kompetisi yang dicita-citakan menjadi profesional dan bersih, seharusnya Liga Primer Indonesia (LPI) diberi kesempatan untuk membuktikan dirinya tanpa harus diganggu, apalagi diancam-ancam. Sikap PSSI yang berkeras kepala dengan menyatakan Liga Primer Indonesia (LPI) sebagai kompetisi ilegal dan harus dilarang justru semakin menunjukkan arogansi organisasi Olah Raga tertua di Indonesia PSSI dibawah naungan Nurdin Halid, Nugraha Besoes beserta Konco – konconya

Jika Nurdin Halid, Nugraha Besoes beserta konco – konconya di kepengurusan Pusat PSSI bertindak lebih arif dengan memberikan ruang kepada Liga Primer Indonesia (LPI) untuk duduk bersama demi kebangkitan sepak bola nasional Indonesia, tampaknya kita bisa menghindarkan diri dari lanjutan bencana sepak bola. Kalaupun Nurdin Halid, Nugraha Besoes beserta Konco – konconya di kepengurusan Pusat PSSI tidak sepakat, tidak perlu pula membuang energinya dengan sikap konfrontatif yang akan merugikan sepak bola Nasional Indonesia.

Jauh lebih bermanfaat jika Nurdin Halid, Nugraha Besoes beserta konco – konconya di kepengurusan PSSI justru menyalurkan energinya untuk membenahi mutu kompetisi Liga Super Indonesia (LSI) yang meski sudah teratur dan makin besar kapitalisasinya, belum juga menghasilkan tim nasional Indonesia yang berprestasi. Mutu kompetisi, antara lain, bisa diangkat dengan menaikkan mutu pelatih dan wasit. Jika Nurdin Halid, Nugraha Besoes beserta konco – konconya di kepengurusan Pusat PSSI benar-benar mau bekerja keras, kita tidak lagi bicara pada level Asia Tenggara atau Piala AFF yang baru berlalu yang kategorinya masih berada di ”tingkat kecamatan” dalam tata pergaulan sepak bola Internasional. Dengan jutaan bakat yang tersebar di seluruh Nusantara, Indonesia seharusnya sudah berbicara di tingkat elite Asia dan lawan-lawan kita bukan lagi Malaysia atau Thailand, melainkan Jepang, Korea Selatan, atau Australia.

Syaratnya, Nurdin Halid, Nugraha Besoes beserta Konco – konconya di kepengurusan Pusat PSSI harus mulai bertindak menggulirkan kompetisi berjenjang dan benar-benar bekerja untuk pembinaan usia dini. Bakat-bakat istimewa yang dipunyai Okto Maniani, Yongki Ariwibowo, atau Arif Suyono seharusnya sudah berada di tingkat elite Asia, bukan klub lokal, jika mereka terbina dalam kompetisi bermutu sejak berusia 10-12 tahun.

Bola kini berada di tangan para petinggi PSSI (Nurdin Halid, Nugraha Besoes beserta Konco – konconya), apakah akan memilih terus berkonfrontasi atau mengambil langkah bijak menyelesaikan baik-baik masalahnya dengan Liga Primer Indonesia (LPI). Jika langkah pertama yang dipilih, bersiaplah menghadapi bencana sepak bola nasional Indonesia. Masih teringat pada suatu Kompetisi Piala AFF usia 16 Tahun di Stadion Manahan Solo Jawa Tengah belum lama ini timnas Indonesia dikalahkan oleh Negara pecahan dari Propinsi Indonesia (Negara Timor Leste). Kekalahan dari Timor Leste suatu saat mungkin akan terjadi dengan timnas Indonesia senior Indonesia kalau cara kerja Nurdin Halid, Nugraha Besoes beserta Konco – Konconya di kepengurusan PSSI masih mementingkan kantong pribadinya untuk terus memperkaya kekayaannya dari uang APBD, uang Pembinaan untuk usia muda dari FIFA yang angkanya mencapai beberapa Milyiar (uang sumbangan Pembinaan Usia muda dari FIFA sampai saat ini tidak ada hasil dan laporan pengguna dana tersebut di kemanain). Terserah pendapat orang tetapi dari tersebut bahwa prestasi Sepak Bola Indonesia akan dibawa keambang kehancuran oleh Nurdin Halid, Nugraha Besoes beserta Konco – Konconya di Kepengurusan Pusat PSSI.

Ketua Umum PSSI Tidak Pernah Di Akui Oleh Fifa

Oleh Sonny Maramis Mingkid (Jakantor Community)

Keberadan Liga Primer Indonesia (LPI) sudah sedemikian mengusik Nurdin Halid, Nugraha Besoes beserta Konco-konconya di kepengurusan PSSI. Alasannya Nurdin Halid, Nugraha Besoes beserta konco-konconya di PSSI karena PSSI merasa sebagai penguasa induk sepakbola di negara Indonesia.

Kata siapa Nurdin Halid penguasa Sepak Bola di Indonesia? Sebagian besar Rakyat Indonesia dan seluruh masyarakat pencinta dan pengemar Sepak Bola di Indonesia sudah tidak mengakui tentang keberadaan Nurdin Halid, Nugraha Besoes beserta konco-konconya berkuasa di Persepak bola Negara Republik Indonesia. Jangan kan

di Indonesia di Negara – Negara kawasan Asia Tenggara sudah tidak mengakui tentang keberadaan Nurdin Halid. Kegagalan Nurdin Halid menjadi anggota Executive Comittee AFC sebenarnya sudah bisa diprediksi. Hanya karena kengototan sajalah ia kemudian tetap maju untuk mencalonkan diri menjadi anggota Executive Committee AFC (Federasi Sepak Bola Asia) utusan dari AFF (Federasi Sepak Bola Asia Tenggara).

Seperti diketahui, Nurdin Halid yang juga Ketua Umum PSSI tidak berhasil meraih suara yang cukup untuk bisa duduk mewakili ASEAN di kursi Exco AFC. kekalahan Nurdin Halid dalam pemilihan anggota Executive Committee AFC tersebut sudah dapat ditebak. Masalahnya Nurdin Halid sudah tidak di akui di Negara – Negara Sepak Bola Asia bahkan sudah kalah di level Asia Tenggara. Di Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) Nurdin Halid sudah lama tidak diakui sebagai Ketua Umum PSSI. Narapidana kelas Kakap dunia mana mau diakui FIFA??? Jangan mimpi.

Awalnya mula pencalonan anggota Executive secara bertahap demi bertahap, baru tingkat Asia Tenggara (Asean) sudah tidak lolos dari percalonnya tidak tahu penyebabnya kemudian Nurdin Halid disuruh konco-konconya mengambil jalan pintas mewakili Indonesia, disuruh fight di tingkat Asia. Di tingkat Asia Tenggara (Asean) saja tidak terpilih bagimana di tingkat Asia??? Karena kengototan sok kuasa …. Sok banyak uang padahal uang Nurdin Halid dari uang maling dari uang Rakyat Indonesia

Jika memang sudah peta kekuatan sudah terbaca sebelumnya, kenapa Nurdin Halid tetap ngotot maju? Itulah kutukan dari Allah SWT kepada umatnya yang kebanyakan sok – soknya. Nurdin Halid memakai bermacam – macam cara apa pun untuk sampai ke suatu tujuannya menjadi salah satu anggota di Executive Committee AFC utusan dari Asia Tenggara tetapi tidak berhasil mencapai tujuannya. Mungkin kalau di Negara Indonesia Nurdi Halid berhasil tetapi ini di Luar Negeri bagaimana Nurdin Halid berhasil mencapai tujuannya???

Dengan kegagalan Nurdin Halid dalam pemilihan anggota Executive Committee AFC tersebut Indonesia

tidak lagi mempunyai wakil di Exco AFC yang salah satu keuntungannya adalah memiliki andil dalam menentukan keputusan-keputusan AFC.

Kegagalan tersebut menjadi gambaran bagaimana citra Nurdin Halid, Nugraha Besoes beserta konco – konconya di kepengurusan PSSI. Itu menunjukkan sendiri bagaimana kredibilitasnya Indonesia di tingkat Internasional. Itu kan posisi prestise, untuk pribadi yg menempati dan Negara Republik Indonesia..

Kengototkan dank eras kepala Nurdin Halid, Nugraha Besoes beserta konco – konconya di kepengurusan PSSI ditunjukan dalam Resistensi yang sungguh luar biasa diperlihatkan Nurdin Halid, Nugraha Besoes beserta konco-konconya di PSSI atas kehadiran Liga Primer Indonesia (LPI). Ancaman-ancaman dilontarkan dan cap ilegal pun disematkan PSSI untuk kompetisi Liga Primer Indonesia (LPI) tersebut. Berbagai cara dilakukan untuk menggagalkan Kompetisi Liga Primer Indonesia (LPI) bergulir. Nurdin Halid, Nugraha Besoes beserta konco – konconya menyewa pendemo sewaan seperti yang terlihat Hari ini Jumat tanggal 7 Januari 2011 akan ada demonstrasi menentang Liga Primer Indonesia dari massa yang menamakan dirinya Suporter Nasional Sepakbola Indonesia (SNSI) dan Komunitas Suporter Indonesia Bersatu (Komsiber). Sasarannya adalah Kantor Menteri Pemuda dan Olah Raga Republik Indonesia dan rumah kediaman Arifin Panigoro. Ada tiga lokasi tempat demo dari orang – orang bayaran Nurdin Halid, Nugraha Besoes yang mengatasnama dengan sebutan Suporter Nasional Sepak Bola Indonesia (SNSI) dan yang mengatas namakan Komunitas Suporter Indonesia bersatu (Komsiber) yang akan jadi sasaran demo mereka. Selain Kantor Menpora dan kediaman Arifin Panigoro, aksi unjuk rasa juga akan dilakukan di Bundaran HI. Sementara Komsiber juga akan mengusung aksi yang serupa dengan bertempat di kantor PSSI dan Bundaran Hotel Indonesia. Oleh Orang – Orang bayaran Nurdin Halid, Nugraha Besoes dan Konco-konconya di PSSI!!! Liga Primer Indonesia dinilai sudah melanggar aturan yang ada. Pemerintah juga didesak supaya menolak kehadiran LPI. Pernyataan serupa terlontar dari Komsiber yang mendukung langkah PSSI untuk memajukan sepakbola Indonesia. Aksi demo dari Orang – orang bayaran Nurdin Halid, Nugraha Besoes beserta Konco – konconya di kepengurusan PSSI tersebut patut dipertanyakan.

Kompetisi Liga Primer Indonesia harus mendapat dukungan segala lapisan masyarakat Republik Indonesia karena Kompetisi Liga Primer Indonesia berniat menciptakan klub-klub di Indonesia mandiri dan Profesional karena tak lagi tergantung pada APBN dan APBD. Ada orang yang ingin membangun sepakbola nasional, kok malah didemo, Kompetisi Liga Primer Indonesia kan tidak menganggu dan mempergunakan uang APBN dan APBD kenapa harus mesti didemo?

Saya menduga massa yang melakukan demo hari Jumat tanggal 7 Januari 2011 adalah orang – orang bayaran dari Nurdin Halid, Nugraha Besoes beserta konco – konconya di kepengurusan PSSI. saya tidak yakin jika ada orang yang benar-benar mendukung secara murni PSSI dengan Liga Super Indonesia (LSI) dan Peningkatan Prestasi Sepak Bola Indonesia melakukan cara dengan tidak terhormat untuk menggagalkan terselenggaranya kompetisi Liga Primer Indonesia (LPI) yang akan bergulir dan pembukaannya di selenggarakan di Stadion Manahan Solo pada Hari Sabtu tanggal 8 Januari 2011 melakukan cara keji dan tidak sopan. SNSI dan KOMSIBER adalah orang – orang bayaran Nurdin Halid, Nugraha Besoes dan konco-konconya. Orang-orang bayaran ini termasuk juga orang-orang pagar ayu Nurdin Halid di Turnamen Piala AFF yang belum lama ini berlangsung di Stadion Gelora Bung Karno Jakarta Indonesia.

Sebaiknya, semua pihak menyerahkan kelangsungan Kompetisi Liga Primer Indonesia (LPI) kepada masyarakat bangsa Indonesia. Penilaian masyarakat bangsa Indonesia bisa menentukan apakah kompetisi Liga Primer Indonesia (LPI) bisa bertahan atau tidak. Kalau masyarakat bangsa Indonesia tidak suka dengan kompetisi Liga Primer Indonesia (LPI), pasti tidak akan ada yang datang ke stadion-stadion tempat penyelenggara kompetisi Liga Primer Indonesia (LPI), jadi menurut saya biarkan saja dulu kompetisi Liga Primer Indonesia (LPI) berlangsung bukankah Liga Primer Indonesia (LPI) sudah mendapat ijin dari Kepolisian Republik Indonesia dan mendapat dukungan dari Pemerintah Republik Indonesia (Presiden Republik Indonesia dan Menteri Pemuda dan Olah Raga Republik Indonesia) kenapa Nurdin Halid, Nugraha Besoes beserta konco-konconya tidak menerima. Ini bias menjadi tanda Tanya ada hal apa mereka melarangnya???.

Hal itu semakin terasa menjelang bergulirnya Kompetisi Liga Primer Indonesia (LPI) pada hari Sabtu tanggal 8 Januari tahun 2011 besok di Stadion Manahan Solo Jawa Tengah, sehingga tak sedikit yang menilainya sebagai bentuk dari arogansi Nurdin Halid, Nugraha Besoes beserta konco – konconya di kepengurusan Pusat PSSI. Nurdin Halid, Nugraha Besoes beserta konco-konconya di kepengurusan PSSI merasa sebagai penguasa sepakbola di Indonesia, tidak mau diusik tentang keberadaan mereka, tidak mau ada perlawanan terhadap mereka di PSSI, padahal Pemerintah Republik Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia sudah merestui berlangsungnya kompetisi Liga Primer Indonesia (LPI), Apakah sikap yang ditunjukkan Nurdin Halid, Nugraha Besoes beserta konco-konconya di kepengurusan PSSI tersebut mengindikasikan kalau Nurdin Halid, Nugraha Besoes beserta konco-konconya merasa terancam dengan keberadaan Kompetisi Liga Primer Indonesia (LPI) di luar naungan PSSI?

Kompetisi Liga Primer Indonesia (LPI) tidak pernah mengancam atau mengganggu keberadaan Kompetisi di bawah naungan PSSI.. Liga Primer Indonesia (LPI) adalah Kompetisi alternatif yang sangat ditunggu, bersih, bebas dari pengemis kucuran dana APBN dan APBD. Kenapa Nurdin Halid, Nugraha Besoes beserta konco – konconya di kepengurusan PSSI takut dan merasa terancam. Bukankah keberadaan Nurdin Halid sebagai Ketua Umum PSSI sudah tidak diakui di Federasi Sepak Bola Asia Tenggara (AFF), Federasi Sepak Bola Asia (AFC) dan Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA)??? Kenapa keberadaan Nurdin Halid sebagai Ketua Umum PSSI masih dipertahankan di Indonesia???

free counters