Selasa, 19 Juli 2011

Dan, Batavia Pun Berpesta di Tahun 1938

Saya akhirnya menemukan fakta menarik, dimana dalam beberapa sumber menyebutkan kompetisi PSSI pada tahun 1938 jatuh ke tangan Solo (Persis) tetapi dalam susunan Wikipedia juara ada tahun itu direbut oleh VIJ (Persija). Jelas kesimpangsiuran ini menimbulkan kebingungan, dan saya sedikit bertanya-tanya ada apa ditahun 1938.

Fakta menarik tersebut saya dapatkan dari koran yang bisa dibilang sudah sangat tua dan rapuh, sehingga untuk membalikan halamannya saja agak sedikit hati-hati kalo tidak mau robek secara ber-class, ya Koran itu bernama Sin Po, Koran tua dengan pasar pembaca tionghoa termasuk Koran yang sangat berpengaruh di Ibukota dan Surabaya (di Surabaya hadir dengan nama Sin Tit Po). Awalnya saya mengira Koran ini pro terhadap Belanda, terbukti dengan berita yang selalu berat ke VBO (Voetballbond Batvia Omstraken). Dimana kompetisi VBO selalu menjadi berita di rubrik sport, tetapi diam-diam saya menemukan berita tentang VIJ, yah walaupun kecil , itu sudah membuat saya senang.

Selain VIJ, adapula berita tentang timnas kita yang menjadi Negara asia pertama yang berlagai di Piala Dunia 1938 lengkap beserta foto. Hindia Belanda saat itu diwakili oleh orang-orang yang bernaung di bawah bendera NIVU. Ini yang membuat PSSI semakin membenci NIVU lantaran NIVU menipu PSSI. Ya tentang pengiriman tim ke piala dunia memang seharusnya ditentukan dengan pertandingan antara PSSI melawan NIVU yang pemenangnya berhak mewakili Hindia Belanda ke Piala Dunia, NIVU nampkanya mencium gelagat pembangkangan dari PSSI, takutnya di Piala Dunia nanti, PSSI mengibarkan panji semangat nasionalisme dalam diri Indonesia bukan Hindia Belanda yang menjadi Negara satelit dan jajahan kerajaan Belanda.

Oke balik lagi yuk ke VIJ sebagai cikal bakal Persija nantinya. Yap, sumber yang saya temukan sangat fix, bila dulu saya mendapat sumber dari tangan kedua, maka hari ini saya mendapatkan sumber dengan mata kepala saya sendiri. Awalnya saya hampir menduga bahwa memang benar bukan VIJ juaranya, dimana semifinal VIJ sudah bertemu Surabaya (Persibaja) terlebih dahulu. Ini sangat tidak sesuai dengan sumber yang banyak menyebutkan VIJ juara setelah mengalahkan SIVB dengaan skor 3-1 di final, nah itu memang terjadi tetapi bukan di kompetisi PSSI tahun 1938, itu terjadi di kompetisi NIVU, VBO berhasil mengalahkan SIVB dengan skor 3-1. Dari situ saya mencoba terus mencari artikel di Koran itu tentang final Kampeonturnoi PSSI dan hasilnya..eng..ing..eng.. yaaa VIJ berhasil mengalahkan Solo (Persis) dengan skor 3-1.

Artikel yang saya liat sendiri adalah fix dan berhasil mematahkan kegalauan saya tentang kompetisi tahun 1938 ini, bila kemarin-kemarin saya sempat berfikir Persija hanya juara 8 kali kompetisi PSSI maka sekarang saya sudah nyaman dengan 9 kali juara kompetisi tertinggi di Indonesia ini, plus satu kali juara Liga Indonesia tentunya, He..he..

Itu memang masa lalu, masa lalu yang membuat saya tertarik. Faktor Persija yang membuat saya ingin mengenal tim ini secara lebih dekat. Bila para hooligan, ultras bahkan para fans biasa saja bisa mengenal sejarah klub mereka, saya juga ingin mengenal sejarah panjang sebuah perkumpulan yang bahkan lebih besar dari sekedar klub, Tim Persija.

Besar karena Persija mengayomi beberapa klub yang ada di Jakarta, besar pula karena banyak pemain hebat dan gelar-gelar fantastis yang lahir dari tim ini. Apakah kita mengenal semua-semua dari mereka? I don’t think so..

Bila banyak dari orang lain yang memandang sinis dengan sejarah ataupun masa lalu, wajar saja. Karena kelemahan bangsa ini adalah penghilangan sejarah untuk membuat sejarah baru yang mungkin beberapa tahun kedepan akan hilang dan digantikan sejarah baru. 1938 adalah bukti, hilangnya sejarah atau kesimpangsiuran sejarah membuat saya sebagai pecinta Persija merasakan kegalauan yang luar biasa. Beruntung masih ada arsip tersimpan rapi di lantai 7 di gedung perpustakaan yang sangat sepi pengunjung, dari lantai ini saya merasa kembali terbang ke tahun-tahun itu, ikut merasakan sukses VIJ (Persija) yang mungkin orang-orang pada tahun itu tidak memikirkan begitu susahnya menemukan kembai arsip, dokumantasi dan data jerih payah mereka dalam menghadirkan gelar ke tanah Ibukota. ( GRY-JO )

V.I.J (PERSIJA) 3-1 Solo (Persis), di Sriwedari Solo

Gol VIJ : Soetjipto, Iskandar, Soetarno

Susunan Pemain V.I.J tahun 1938 :

Roeljaman; Moh. Saridi, A. Gani; Djaimin, Moestari, Soemarno; Soetarno, Soetjipto, Soetedjo; Iskandar, Oentoeng.

*sumber : Koran Sin Po 10 Juni 1938

Supporter Sepakbola ; Dalam Belek, Sampai Kunci Master Ruangan Bapak Gubernur

Apa kabar, Kawan? Kabar yang sepertinya tak patut lagi kita pertanyakan. Karena sepertinya kabar hari ini adalah pengulangan kabar – kabar satu windu lalu. Ya..masih dengan harapan dan upaya, agar semuanya membaik dan sesuai rencana bukan?? (Hehheheh..kata – kata pembukanya terdengar sangat pragmatis ya? Seperti selembaran era gelap suatu system)
Langsung aja ya..karena saye yakin, kawan – kawan tidak punya banyak waktu membaca hal yang (menurut saye) tidak penting ini. Tahan sedikit kursor diujung telunjukmu, baca dahulu lebih dalam sebelum kau mengarah ke tanda silang (x) dipojok kanan atas itu.
Isi tulisan ini adalah pandangan pribadi saye aja, tidak mewakili suatu bentuk apapun. Dan jika ada orang yang merasa “tersentil” berarti anda baru saja masuk ke gerbang permainan diskusi “smoking area”.
Dalam judul diatas, mungkin menggambarkan supporter secara keseluruhan, dan bukan hanya di Jakarta saja. (tapi ga sampe lintas benua koq. He8x). Kenapa harus supporter? Kenapa hanya di Indonesia? Jawabannya adalah : Karena ini forum supporter yang pake bahasa Indonesia.

Supporter dalam belek, disini adalah secara bahasa belek = kotoran mata. Jadi secara kiasan adalah fase dimana supporter yang sangat merusak mata. Mata siapa? Mungkin juga di mata supporter itu sendiri. Ketika ribuan masa mengenakan atribut kebesaran tim yang mereka bela. Menyanyikan lagu berirama kemenangan. Menabuh genderang perang di lapangan. Hingga semuanya terlihat lepas kendali dan tidak bertanggung jawab. Semuanya terlihat menyebalkan. Bahkan bagi sebagian supporter itu sendiri. Apalagi orang yang sudah alergi mendengar kata “supporter”. Apakah kita pantas disebut belek?

Masuk satu tinggat lagi, dalam fase supporter. Ketika media – media sibuk membeberkan tingkah “tengil” kita. Tapi disisi lain, mereka sangat mengejar – ngejar kita untuk menaikkan rating acara, promosi program baru, atau apapun namanya. Yang penting ketika mereka datang membawa tawaran itu, kita hanya menerimanya sebagai “kesempatan untuk lebih dikenal”. Tapi hanya sedikit dari kita, yang memberikan tawaran untuk mengendalikan isi acara tersebut secara nilai – nilai “kesupporteran”. Maksud saye, bukanlah hal yang dipandang secara materil. Walau memang ketika tawaran itu datang dari mereka, mereka juga menawarkan materil yang secara kolektif lumayan besar (tapi mereka juga minta, yang dateng juga banyak..yah, impas dah. He8x)
.
Untuk dua fase diatas, dalam waktu beberapa minggu kebelakang memang tak terdengar di Ibukota. Ya, terkesan Ibukota tampak nyaman tanpa adanya pertandingan. (Gimane mao kedengeran, maennye aje berkilo – kilo meter jauhnya dari Jakarta. He8x)
Fase tertinggi adalah fase Master Key atau Kunci Master dalam ruangan Gubernur. Loh, apa korelasinya? Dimane nyambungnye? Sepertinya kawan – kawan sudah tak perlu lagi melontarkan pertanyaan – pertanyaan diatas. Ingat beberapa tahun lalu. Ketika kita sangat mengelu – elukan (bukan menggue – guekan) calon – calon pemimpin tertinggi di Ibukota. Mereka yang dengan fasih berbahasa Jakmania, mereka yang telah terlihat nyaman dengan kaos oranyenya.. loh kenapa mereka? Kan orangnya satu. Mereka adalah kata ganti untuk orang besar, atau orang yang sewajarnya besar.

Hingga pada malam sabtu kemarin, akhirnya saye dan salah seorang saudara membahas satu akun twitter yang sangat hyperaktif membalas mention – mention yang masuk ke akunnya. Memang awalnya terlihat ramah, apalagi pribadinya (secara pribadi juga) saye anggap baik, dan patut dicontoh. Tapi hasil pembahasan jam dua malam itu, mecerahkan isi kepala kita, bahwasanya harus lebih hati – hati dalam menyikapi isu – isu dalam akun tersebut. Dan (mungkin) beliau memerlukan jasa “Persija Lovers” sebagai jalan mulus tanpa hambatan menuju gerbang gedung Balai Kota.

Sepertinya memang tulisan ini harus berhenti. Tapi pemikiran dan sikap kita harus lebih deras dari niatan mereka. Menjelang saye mengklik tanda silang diatas (x). Apabila tulisan ini dianggap pantas masuk kedalam suatu halaman digital. Maka biarlah ini menjadi salah satu jembatan diakhir.org. dan diawal .asia.
Jadi berape, Mpok? Nasi ulam sama bakwannye dua? (if then else.end)- Saif-JO
free counters